Total Tayangan Halaman

Selasa, 01 November 2011

Perencanaan Kereta Api Dalam Kota


PERENCANAAN REL KERETA API DALAM KOTA

A.      Sejarah Kereta Api

Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara.

Perkereta apian di Indonesia baru dimulai pada th. 1860 an. Perusahaan kereta api ditangani oleh dua instansi yaitu oleh pihak pemerintah (seperti: S.S – Staad Spoorwegen) dan pihak swasta (seperti :NIS – Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij, dan sebagainya). Seperti halnya di Eropa setelah revolusi industri, perletakkan stasiun sebagai suatu jenis bangunan baru, menjadi sangat penting dalam tata ruang kota.

Dengan makin majunya per kereta api an di Indonesia pada awal abad ke 20, yang hampir mencapai seluruh kota di Jawa, maka penempatan stasiun kereta api baik di kota-kota besar maupun kota Kabupaten menjadi suatu pemikiran yang penting. Pada akhir abad ke 19 dan abad ke 20, angkutan dengan kereta api, menjadi salah satu sarana yang sangat penting, baik angkutan barang maupun manusia. Tapi pada bagian kedua abad 20, setelah kemerdekaan, karena kemajuan jalan darat, peran kereta api menjadi menurun, sehingga stasiun kereta api menjadi merana. Di akhir abad 20, karena padatnya arus lalu lintas jalan darat di P. Jawa, peran kereta api menjadi hidup kembali. Kota-kota pada umumnya telah berkembang pesat, sehingga letak stasiun kereta api yang dulunya telah dipikirkan dengan sangat baik sekali dalam tata ruang kotanya, sekarang menjadi masalah dalam pengaturan lalu lintas kota.

Jaringan jalan kereta api di Jawa dibangun antara th. 1870 an sampai th. 1920 an. Sebenarnya gagasan pembangunan jalan kereta api di Jawa sudah muncul sejak th. 1840, tapi gagasan tersebut baru menjadi kenyataan pada th. 1871. Jalur pertama jalan kereta api di Jawa adalah antara Semarang dengan Kedung Jati, yang diresmikan pada th. 1871 (lihat gb.no.1).


 















Gambar 1A. Pembuatan konstruksi jalan kereta api antara Cianjur dan Bandung. Keadaan fisik yang berat dan tidak menguntungkan ini memerlukan banyak sekali tenaga kerja

Kemudian disusul dengan jalur Batavia- Buitenzorg (Jakarta-Bogor) yang dibuka pada tahun 1873 dan menyusul jalur Surabaya - Pasuruan pada th. 1878.


 













Gambar 1B. Pembuatan jalan kereta api diatas sungai Citarum, antara Cianjur dan Bandung. Karena medan yang berat tersebut pengerjaan jalan Kereta Api tersebut memerlukan waktu lebih dari 6 tahun. Dari th. 1878 sampai 1884
 Pada th. 1884, diselesaikan jalur Buitenzorg-Bandung (Bogor-Bandung), dan kemudian disusul  hubungan Surabaya-Solo dan Semarang. Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1894, jalur jalan kereta api Surabaya-Batavia melalui Maos, Yogyakarta dan Solo berhasil diselesaikan. Dan pada th. 1912 jalur alternatif  kedua antara Surabaya-Batavia, melalui Cirebon dan Semarang berhasil diselesaikan. Sesudah itu jalur-jalur sekunder juga mulai dibangun. Di sebelah barat, diselesaikan jalur dari Anyer ke Labuan. Sedangkan disebelah timur sampai Panji dan Banyuwangi. Jaringan kereta api di Jawa merupakan salah satu jaringan yang terlengkap di Asia 1 (Lombard, Jilid 1:139) (lihat gb.no.2).
 
















Gambar 2.   Jaringan jalan Kereta Api pada th. 1888 dan th. 1925, di P. Jawa seperti yang terlihat di peta. Jaringan jalan Kereta Api di Jawa merupakan salah satu jaringan yang terlengkap di Asia pada jamannya.

Langkah selanjutnya dengan adanya jaringan kereta api tersebut adalah penempatan stasiun kereta api pada kotakota yang di lewatinya. Kecenderungan yang paling mudah untuk perletakan stasiun kereta api adalah di pusat kota, supaya mudah di jangkau oleh penumpang dari berbagai penjuru kota. Tapi peruntukkan tanah dan lalu lintas ditengah kota yang sudah ada kadang-kadang merupakan kendala bagi perletakan bangunan  stasiun yang belum terpikirkan sebelumnya. Penempatan stasiun kereta api di kota-kota di Jawa masa  lalu pada umumnya berhasil dengan baik. Seperti stasiun kota di Bandung, Tegal, Probolinggo, Pasuruan, Malang, Jombang dan sebagainya.

 Keberhasilan penempatan ini juga didukung dengan sosok bangunannya sendiri yang berhasil memancarkan pesannya keseluruh penjuru kota sesuai dengan misi stasiun itu sendiri. Sekarang banyak timbul masalah pada perletakan stasiun lama yang menghubungkan antar kota tersebut, karena perkembangan kota yang tak terkontrol. Sehingga kehadiran stasiun kota lama tersebut, sering menjadi masalah perkotaan tersendiri.

B.       Perkembangan Kereta Api Dalam Kota

Seperti halnya kota-kota di Eropa setelah revolusi industri, maka stasiun kereta api merupakan hal yang baru bagi dunia bangunan di Jawa. Kalau jalur jalan kereta api di Eropa pada umumnya yang menuju pusat kota biasanya melalui bawah tanah (subway), maka seluruh jalur jalan kereta api yang ada di Jawa, mungkin karena alasan teknologi, sepenuhnya berada diatas tanah. Oleh sebab itu maka ketika memasuki kota harus di usahakan jalur jalan kereta api tersebut sesedikit mungkin berpotongan dengan jalur jalan utama yang ada di tengah kota. Di usahakan jalur jalan kereta api sedapat mungkin sejajar dengan jalan-jalan utama kota, supaya tidak terjadi perpotongan atau persilangan yang membahayakan pengendara kendaraan bermotor atau pejalan kaki. Pada tempat-tempat tertentu bahkan dibuat jalan layang (viaduct), untuk menghindari persimpangan antara jalan raya dan jalan kereta api.

Dari segi tata ruang kota, perletakan stasiun kereta api harus dibuat sedemikian rupa sehingga penumpang atau barang dari stasiun dapat mencapai seluruh penjuru kota dengan mudah. Seperti halnya dengan berbagai kota di Eropa, kebanyakan stasiun kereta api disana diletakkan di pusat kota, dengan alasan seperti diatas. Kesulitan perpotongan jalur kereta api dan jalan raya utama di kota dipecahkan dengan menempatkan jalur kereta api tersebut dibawah permukaan tanah. Di Jawa justru tantangan crossing antara jalur kereta api dan jalan raya kota ini yang harus diatasi kalau stasiun harus diletakkan dipusat kota. Itulah sebabnya perletakan stasiun kereta api di Jawa punya masalah sendiri yang cukup unik dari segi tata ruang kotanya.

C.       Instrument Kereta Api Dalam Kota

Seperti yang telah dijelaskan didepan bahwa bangunan stasiun kereta api merupakan bangunan yang baru muncul setelah th. 1870 di Jawa. Instrumen kereta api dalam kota tidak terlalu jauh berbeda dengan instrument kereta api laingnya, yang paling membedakannya adalah terletak pada jalur perlintasannya saja. Fungsi bangunan stasiun kereta api dapat diperinci sebagai berikut :
1.      Sebagai tempat kereta api berhenti. Menurunkan penumpang (manusia atau bisa juga hewan) dan barang.
2.      Sebagai tempat kereta api berangkat. Mengangkut penumpang (manusia atau bisa juga hewan) dan barang.
3.      Sebagai tempat kereta api bersilang, menyusul atau disusul.

Semua kegiatan tersebut berada dibawah penguasaan seorang kepala yang bertanggung jawab penuh atas urusan perjalanan kereta. Sedangkan bangunan stasiun kereta api itu sendiri pada umumnya terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut (Triwinarto, 1997:94):
1.        Halaman depan/Front area.
Tempat ini berfungsi sebagai perpindahan dari sistim transportasi jalan baja ke sistim transportasi jalan raya atau sebaliknya. Tempat ini berupa:
- terminal kendaraan umum.
- parkir kendaraan.
- bongkar muat barang.

2. Bangunan Stasiun.
Bangunan ini biasanya terdiri dari :
- ruang depan (hall atau vestibule )
- Loket
- Fasilitas administratif (kantor kepala stasiun & staff)
- Fasilitas operasional (ruang sinyal, ruang teknik)
- Kantin dan toilet umum.

3. Peron
Yang terdiri atas:
- Tempat tunggu
- Naik-turun dari dan menuju kereta api.
- Tempat bongkat muat barang, bagian ini bisa beratap atau tidak.

4. Emplasemen.
Yang terdiri atas:
- Sepur lurus.
- Peron
- Sepur belok sebagai tempat kereta api berhenti untuk memberi kesempatan kereta lain lewat.
Melihat fungsinya yang seragam maka banyak bangunan stasiun kereta api di Jawa dirancang dengan prototype yang sama menurut tingkat besar kecilnya stasiun tersebut. Misalnya stasiun untuk kota Kabupaten, punya prototype yang sama, demikian juga dengan stasiun untuk kota-kota yang setingkat. Stasiun yang dibangun sebelum tahun 1900, kebanyakan bergaya arsitektur “Indische Empire”, dengan ciri-ciri seperti : teras depan yang luas, gevel depan yang menonjol, kolom-kolom gaya Yunani yang menjulang keatas, dan sebagainya. Contohnya seperti stasiun Pasuruan. Setelah tahun 1900, gaya arsitekturnya berubah dengan drastis. Contohnya seperti kantor pusat NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg Mij) di Semarang, yang dibangun th. 1902 (arsiteknya J.F. Klinkhamer dan B.J. Quendag). Kantor/stasiun Chirebon-Semarang Stoomtram Maatscahppij di Tegal, yang dibangun th. 1914 (arsiteknya Ir. H. Maclaine Pont), sudah tidak bergaya “Indische Empire” lagi.

D.      Studi Kasus Perletakan Stasiun Kereta Api Dalam Kota

Pada pembahasan kali ini yang akan penulis tinjau adalah Kereta api Bengawan Wonogiri sering disebut “kereta Feeder Wonogiri” dengan rute perjalanan jalur antara Stasiun Purwosari hingga Stasiun Wonogiri. Setiap harinya kereta ini hanya membawa 1 atau 2 gerbong, karena jumlah penumpang yang sangat minim. Jalur kereta api Solo-Wonogiri melintasi jalan protokol Jl. Slamet Riyadi, Solo. Karena itu menjadi keunikan tersendiri karena berjalan berdampingan dengan kendaraan lainnya.


 













Gambar. Kereta Api Feeder Wonogiri 1
Setiap hari kereta ini melayani penumpang yang berangkat dari Stasiun Purwosari. Jam keberangkatan kereta ini tidak tetap karena harus menunggu kereta api Senja Bengawan dari Jakarta. Biasanya kereta feeder berangkat dari Stasiun Purwosari antara pukul 08.00-09.30. Laju kecepatan kereta ini juga dibatasi.


 













Gambar. Kereta Api Feeder Wonogiri 2
Ketika berada di dalam kota antara Stasiun Purwosari sampai Stasiun Solo Kota batas maksimum adalah 20 km/jam. Ketika sudah keluar dari Stasiun Solo Kota kecepatan mulai dinaikkan, tetapi kecepatan kereta ini tidak bisa diharapkan sampai 60 km/jam karena rel yang digunakan bukan rel jenis 40 (yang digunakan di jalur Jakarta-Surabaya). Kereta feeder ini sering terlibat kecelakaan. Banyak penyebab kecelakaan ini karena kurangnya disiplin lalu lintas.
Gambar. Kereta Api Feeder Wonogiri.
Kecelakan yang terjadi akibat kurangnya kedisiplinan pengguna jalan seperti gambar disamping.
Banyak kendaraan yang meremehkan kereta ini yang berakhir dengan tabrakan. Pada tahun 2006 terjadi 2 kali kecelakaan kereta.


 








Gambar.Kecelakaan  Kereta Api Feeder Wonogiri.
Pada mulanya kereta ini sempat eksis ketika melayani rute dari Stasiun Purwosari hingga Baturetno. Namun jalur rel kereta api dari Wonogiri hingga Baturetno dibongkar karena jalur tersebut digunakan untuk pembangunan Waduk Gajah Mungkur. Hingga sekarang kereta ini hanya melayani hingga Wonogiri. Awal tahun 2007, Pemerintah Kota Solo menggagas pengoperasian kereta berbahan bakar uap sebagai angkutan wisata dalam kota. Jalur ini masih terhubung dengan Jalur rel kereta api Jakarta-Surabaya yang juga melintasi Stasiun Purwosari. Bila kita naik kereta api seperti Prambanan Ekspres tujuan Jogja-Solo, ketika berangkat dari Stasiun Purwosari menuju Stasiun Solo Balapan, di sebelah kanan akan terlihat jalur rel yang menuju Wonogiri.
Keberadaan rel kereta api yang melintas di jalan raya utama di Indonesia mungkin hanya Solo saja yang memiliki jalur tersebut. Semakin padatnya arus lalu lintas di jalan raya, dalam masa mendatang jalur kereta api dalam kota maupun luar kota sangat dibutuhkan. Bulan September 2007 ini PT Kereta Api Indonesia mengganti sebagian rel kereta api tujuan Solo-Wonogiri yang melintasi Jalan Slamet Riyadi karena dianggap sudah tidak layak dan tidak memenuhi syarat keselamatan transportasi (masih berupa rel peninggalan tahun 1901).
Pada bulan September 2009 dimulai perbaikan penggantian rel kereta api dimulai dari Stasiun Purwosari hingga Stasiun Wonogiri, perbaikan meliputi penggantian rel kereta api yang semula menggunakan jenis R25 menjadi R42 dan bantalan kayu diganti menjadi bantalan beton, perbaikan jembatan di BH2, yakni Jembatan Bengawan Solo dan jembatan di BH60 yang berada di wilayah perbatasan Solo-Wonogiri, tepatnya di sekitar Pasar Nguter, Sukoharjo. Dengan adanya penggantian rel kereta tersebut, kereta api nantinya bisa dijalankan dengan kecepatan 60 km/jam dari sebelumnya hanya 30 km/jam. Penumpang dari Solo menuju Wonogiri, saat ini dilayani menggunakan KA Fedeer, dan masih menggunakan gerbong biasa. Nantinya KA Feeder akan menggunakan railbus yang saat ini sedang dikerjakan di INKA, Madiun. Perbaikan rel tersebut juga untuk kepentingan Pemerintah Kota Surakarta menjalankan Kereta Api Uap Jaladara atau sering disebut Sepur Kluthuk Jaladara mulai dari Stasiun Purwosari menuju Stasiun Solo Kota.
Disini sedikit akan dikupas terkait dengan tempat stasiun pemberhentian kereta api Feeder Wonogiri yaitu Stasiun Purwosari dan Stasiun Wonogiri.
1.      Stasiun Purwosari
Stasiun Purwosari (PWS) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Jl. Slamet Riyadi No. 502, Purwosari, Lawiyan, Surakarta. Stasiun yang terletak pada ketinggian +98 m dpl ini berada di Daerah Operasi 6 Yogyakarta. Stasiun Purwosari dibangun pada tahun 1875, dan merupakan stasiun tertua di Surakarta. Pembangunannya ditangani oleh NISM. Stasiun Purwosari berada di wilayah Mangkunegaran. Stasiun Purwosari merupakan stasiun percabangan jalur KA, antara arah Surabaya dengan Wonogiri. Jalur yang menuju Surabaya termasuk kelas utama, sedangkan yang ke Wonogiri termasuk kelas sekunder.


 







Gambar. Stasiun Purwosari tahun 1890


 








Gambar. Stasiun Purwosari tahun 2007
Sampai Stasiun Sangkrah, jalur ini termasuk unik karena menjadi satu-satunya jalur KA di Indonesia yang berjejer berdampingan dengan jalan raya. Gaya jalur kereta api ini sama seperti gaya perlintasan yang berada di Eropa, hal ini dikarenakan karena jalur ini dibuat saat jaman Belanda yang memang notabenenya Belanda adalah salah satu Negara penganut gaya Eropa untuk disain jalur kereta api.






Gambar. Kereta Api Feeder Wonogiri              Gambar. Kereta Api Amsterdam Belanda
Dahulu sepanjang jalur Purwosari-Sangkrah terdapat 8 buah halte, yakni Pesanggrahan, Ngadisuran, Bando, Ngapeman, Pasarpon, Cayudan, Kauman dan Lojiwetan. Halte-halte tersebut sekarang sudah tidak ada lagi. Stasiun Purwosari memiliki 9 jalur KA, di mana 4 buah sebagai jalur utama, 3 untuk stabling gerbong barang, dan 2 jalur menuju ke dipo lokomotif dan gudang semen.
Dari Stasiun Purwosari juga dahulu terdapat jalur percabangan yang menuju Boyolali melalui Kartasura, yang kini sudah tidak ada lagi. Sampai sekarang, beberapa bagian dari sisa-sisa jalur tersebut masih dapat disaksikan. Dahulu Stasiun Purwosari merupakan dipo lokomotif, jejak peninggalan sebagai dipo lokomotif masih terdapat menara air di sisi utara stasiun. Saat ini stasiun ini masih berfungsi sebagai dipo, namun bukan dipo lokomotif melainkan dipo alat mekanik. Bongkar muat semen juga dilakukan di Stasiun Purwosari.
Jika kita perhatikan tidak ada perbedaan yang terlalu mendasar antara stasiun antar provinsi ataupun dalam kota, namun yang membedakannya terletak pada jalur perlintasan kereta apinya. Apakah didalam kota ataupun dipinggir kota melintasi perdesaan.
2.      Stasiun Wonogiri
Stasiun Wonogiri (WNG) adalah stasiun kereta api yang terletak di Giripurwo, Wonogiri, Wonogiri. Stasiun berketinggian +144 m dpl ini termasuk ke dalam Daerah Operasi 6 Yogyakarta. Satu-satunya kereta api yang melayani stasiun ini adalah KA Feeder Wonogiri. Stasiun ini terletak di belakang pasar dan terminal MPU.








Gambar. Stasiun Wonogiri
Setelah penutupan trayek ke Baturetno akibat pembangunan Bendungan Gajah Mungkur pada tanggal 1 Mei 1978, secara otomatis Stasiun Wonogiri adalah stasiun terakhir di lintas Purwosari-Wonogiri. Setelah stasiun ini, rel ke arah selatan masih ada, namun hanya berhenti di tepi waduk.

E.       Persiapan Perencanaan Kereta Api Dalam Kota

Dari beberapa studi kasus diatas dan pengamatan atas perletakan kereta api dalam kota diatas, dapat ditarik kesimpulan untuk persiapan perencanaan kereta api dalam kota sebagai berikut:

1.        Rencana master plan kereta api dalam kota tidak begitu berbeda dengan kereta api biasa, yang menjadi penangan serius adalah pembebasan lahan didalam kota tersebutlah yang menjadi persoalan serius.
2.        Perletakan Jalur kereta api harus memperhatikan:
a. Ruang manfaat jalur kereta api;
b. Ruang milik jalur kereta api; dan
c. Ruang pengawasan jalur kereta api.
3.        Fasilitas pengoperasian kereta api harus dirancang sesuai standar guna melancarkan pengoperasian kereta api dalam kota meliputi:
a. Peralatan persinyalan;
b. Peralatan telekomunikasi; dan
c. Instalasi listrik.
4.        Peralatan persinyalan berupa sinyal, tanda, dan marka berfungsi sebagai petunjuk dan pengendali harus berfungsi secara maksimal karena perletakan rel berada di tengah kota maka tingkat keselamatan harus tinggi untuk menghindari kecelakaan kereta api.
5.        Peralatan telekomunikasi yang berfungsi sebagai penyampai informasi dan/atau komunikasi bagi kepentingan operasi perkeretaapian. Harus selalu terjaga guna kelancaran berkomunikasi antara stasiun dan masinis kereta api.
6.        Instalasi listrik yang terdiri atas catu daya listrik dan peralatan transmisi tenaga listrik harus selalu terjamin dan dalam kondisi hidup, hal ini dikarena peralat listrik digunakan untuk:
a. menggerakkan kereta api bertenaga listrik;
b. memfungsikan peralatan persinyalan kereta api yang bertenaga listrik;
c. memfungsikan peralatan telekomunikasi; dan
d. memfungsikan fasilitas penunjang lainnya.
7.        Stasiun kota adalah gedung yang memegang peran istimewa dalam suatu kota. Oleh sebab itu perletakannya harus dipertimbangkan secara masak. Karena stasiun kota dengan misinya yang mulia harus dapat memancarkan pesannya keseluruh penjuru kota. Oleh sebab itu stasiun kota berhak menduduki tempat yang baik sekaligus indah. Itulah sebabnya stasiun kota selalu diletakkan pada jalur-jalur jalan arteri utama kota. Dan kalau memungkinkan letaknya bisa menjadi “focal point” dari lingkungannya. Contoh yang berhasil adalah stasiun kota seperti : Bandung, Malang, Probolinggo, Kediri dan sebagainya.
8.        Ada dua cara untuk mencapai tujuan supaya bangunan stasiun tersebut berkesan sebagai bangunan yang dapat memancarkan pesannya keseluruh penjuru kota. Yang pertama, meletakkan bangunan di bagian paling ujung dari jalan arteri primair atau arteri utama kota (Probolinggo, Malang dan banyak kota lainnya). Yang kedua membuat jalan arteri sekunder yang tegak lurus jalan arteri primair kota, kemudian di ujung jalan diletakkan bangunan stasiun tersebut (Kediri, Pasuruan dan banyak kota lainnya). Untuk menambah kesan monumental biasanya didepan bangunan terdapat ruang luar kota seperti alun-alun, atau ruang terbuka lainnya.
9.        Karena sistim rel kereta api di Jawa ada diatas tanah, pada waktu memasuki kota, supaya tidak banyak mengalami crossing, maka jalan kereta api pasti memilih di pinggiran (batas) kota. Hal ini sering menjadi problema bagi pemekaran kota di kemudian hari. Kasus seperti ini terjadi di berbagai kota di Jawa, seperti Surabaya dan kota-kota besar lainnya.

Dari itu semua ada satu hal yang menghambat perkembangan perkereta apian di Indonesia, akan tetapi permasalahn tersebut juga memang bukan sepenuhnya kekurangan atau penghambat transportasi. Jika kita perhatikan ketika jalan darat mengalami kemajuan pesat sehingga angkutan penumpang kereta api menjadi terpuruk. Hal ini berakibat langsung terhadap kehadiran stasiun kereta api, sehingga kurang mendapat perhatian. Banyak stasiun kereta api di Jawa khususnya karena perannya yang menurun, dan perubahan arah jalan serta ketidak mengertiannya pengelola kota atas peran stasiun ini terhadap arsitektur kota, keadaannya sekarang cukup memprihatinkan. Baik perletakannya (karena perubahan arah lalu lintas maupun perubahan pintu masuknya) maupun keadaan bangunannya.

Kota memang tidak dibangun oleh satu generasi, tapi tidak berarti tatanan yang dibangun oleh generasi lainnya bisa dirusak begitu saja tanpa alasan yang jelas, atau mungkin karena ketidak tahuannya. Sekali lagi hal ini menunjukkan perlunya akan pengetahuan sejarah kota masa lalu, untuk menjaga adanya kontinuitas. Kegagalan sering terjadi karena ingin menciptakan sesuatu yang baru, tanpa memahami tatanan lama yang sudah ada.
F.        Aplikasi Penggunaan Kereta Api Dalam Kota

Kemacetan lalu lintas di kota Bandar Lampung kini di depan mata. Penyebabnya, pertumbuhan kendaraan tidak sebanding dengan penambahan ruas jalan. Jika tidak ada terobosan, pada 2015 kota Tapis Berseri akan menyamai Jakarta. Begitu keluar rumah sudah terbayang kepenatan yang akan kita  lalui untuk sampai ditempat tujuan kita. Begitu pun saat pulang.
Macet kini menjadi rutinitas yang dihadapi masyarakat setiap pagi (07.00-08.00) dan sore 15.30-18.00). Kondisi ini telah merenggut waktu tempuh perjalanan pengguna jalan hingga dua kali lipat lebih lama untuk sampai di tujuan. Kemacetan selalu terjadi di titik-titik ruas utama jalan yang berhubungan dengan pusat kota di Tanjungkarang. Setiap perhentian lampu merah (55-65 detik), antrean yang terjadi sore hari mencapai 20 unit mobil. Saat lampu hijau menyala (15-20 detik), mobil yang berhasil lolos 5-7 unit. Kemacetan semakin parah terjadi di jalan yang memiliki jalur perputaran arah (U turn). Misalnya di Jalan ZA Pagar Alam hingga Jalan Teuku Umar.

Titik macet juga kerap terjadi di perlintasan rel kereta api yang juga menjadi jalur kendaraan umum. Setiap kali kereta jenis babaranjang (batu bara rangkaian panjang) melintas, ratusan sepeda motor dan mobil selalu berdesak-desakan mengantre. Kemacetan kendaraan di kota Tapis Berseri saat ini kemungkinan besar akan bertambah parah dan mencapai titik kronis seperti di DKI Jakarta, pada 2015.Dari data Dinas Perhubungan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2005-2010), pertumbuhan kendaraan mencapai 200 persen. Persentase pertumbuhan itu, diperkirakan terus meningkat hingga 400 persen pada tahun 2015.
1.        Penyebab kemacetan
Sementara jumlah ruas jalan dalam kota yang menjadi tumpuan ribuan kendaraan tersebut tidak pernah bertambah. Hingga Juni 2010, Bandar Lampung hanya mempunyai tiga jalan arteri (protokol) dan tiga jalan kolektor (penghubung).
Ketiga jalan arteri adalah Raden Intan II sepanjang 1437.2 meter, Jalan RA Kartini sepanjang 1611.5 meter, dan Jalan Imam Bonjol sepanjang 621.3 meter. Lebar ketiga jalan arteri ini adalah 14 meter dengan hambatan samping yang sangat tinggi. Sedangkan tiga jalan penghubung yakni Jalan Pemuda I sepanjang 153.2 meter, Jalan Pemuda II 323.8 meter, dan Jalan Pangkal Pinang sepanjang 175.3 meter. Ketiga jalan kolektor itu, mempunyai lebar badan jalan 7 meter. Selain kapasitas jalan yang tak sebanding dengan jumlah kendaraan, kemacetan disebabkan trayek angkutan umum yang tidak merata dan menyentuh mayoritas wilayah Bandar Lampung. Dari 13 kecamatan di Bandar Lampung, hanya 40 persen yang ada trayek angkutan umum, baik angkutan kota (angkot) maupun bus kota. Uniknya, awal dan akhir trayek angkutan umum berada di Tanjungkarang Pusat. Ini yang menambah parah kemacetan.
Gambar. Kemacetan yang terjadi di Tanjung karang pusat B. Lampung

Sedikitnya trayek angkutan umum menstimulasi masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor secara pribadi. Alhasil, dalam satu keluarga, dapat memiliki lebih dari dua kendaraan. Data Dipenda juga menunjukkan hal yang sama. Hingga Maret 2010, jumlah kendaraan pribadi dari berbagai jenis di dalam Bandar Lampung mencapai 404.068 unit. Sementara jumlah kendaraan umum pada bulan yang sama hanya 14.405 unit.

2.        Solusi kemacetan
Oleh karenanya ada beberapa hal yang bisa diberikan untuk memecahkan masalah kemacetan di Bandarlampung. Yakni, peningkatan fungsi jalan, jalan-jalan utama di Kota Bandarlampung sudah selayaknya ditingkatkan fungsinya, artinya jika saat ini jalan-jalan tersebut masih berstatus kolektor maka perlu diupayakan untuk ditingkatkan menjadi jalan arteri.
Jika mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 dan melihat fungsi dan kedudukan Kota Bandarlampung sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), maka sudah selayaknya beberapa jalan yang menghubungkan Bandarlampung dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) lainnya di Kabupaten/Kota menjadi jalan arteri. Jalan-jalan tersebut diantaranya adalah jalan woltermonginsidi, jalan kartini, jalan teuku umar, jalan jalan ZA Pagaralam, dan jalan Imam Bonjol.
Masuknya kendaraan besar dan bus antar kota ke jalan-jalanj tersebiut nantinya bisa diatur secara tekknis oleh Dinas Perhubungan atau Kepolisian. Intinya beberapa jalan perlu untuk diperluas sehingga dapat menampung volume kendaraan yang terus meningkat.
Tinjau ulang traffic light, beberapa traffic light di kota ini perlu ditera ulang sehingga tidak terjadi bentrok dari arah yang berlawanan. Dinas Perhubungan dalam hal ini perlu mengecek dan meninjau beberapa traffic light agar disesuaikan dengan volume kendaraan saat ini. Selain itu penegakan hukum pada masing-masing rambu-rambu perlu terus dilakukan.













Gambar. Lampu merah yang dilanggar akibat ulah pengemudi
Penyediaan lahan parkir, pemerintah kota harus terus mengupayakan untuk mengurangi parkir on street di jalan-jalan kota dengan menyediakan ruang parkir kendaraan. Penyediaan ruang parkir ini bisa bekerjasama dengan pihak swasta dan disinergikan dalam setiap pembangunan dan pengembangan gedung dan sarana publik.
Saat ini sudah seharusnya setiap pembangunan atau pengembangan sarana publik harus menyediakan ruang parkir sesuai dengan peraturan dan ketentuan penataan ruang yang berlaku. Pembangunan pusat perbelanjaan, mal atau sarana publik yang tidak menyediakan ruang parkir yang memadai sudah selayaknya tidak dizinkan lagi atau diberlakukan ketentuan disinsentif  dan  pemberian insentif bagi sarana publik yang menyediakan ruang parkir yang memadai.
Menciptakan moda transportasi masa yang lebih efektif dan ekonomis di dalam kota guna mengurangi kemacetan, hal ini sudah diwacanakan oleh gubernur lampung. Gubernur mengatakan akan membangun jalur kereta api lingkar kota yang nantinya bisa menggantikan peran angutan kota (angkot) dan bus yang sudah tidak layak lagi beroperasi.
Membuat underpass, untuk yang satu ini pihak PT.Kereta Api sudah memulainya, dan berdasarkaln rolling plan perkeretaapian Dinas Perhubungan Lampung sudah merencanakan pembangunan beberapa underpass seperti di Jalan HOS Cokroaminoto, selain beberapa titik yang sudang dan sedang dibangun. Selain itu pengalihan jalur kereta api barang juga perlu dilakukan.






Gambar. Pengerjaan Under Pass, dengan jalur atas adalah rel kereta api dan jalur bawah adalah jalan raya untuk kendaraan umum dan pribadi
Peningkatan pelayanan transportasi publik, peran angkot di Kota Bandarlampung pada trayek utama kota, seperti Tanjungkarang-Rajabasa, Tanjungkarang-Telukbetung dan Rajabasa-Panjang perlu diganti secara bertahap dengan mikro bus. Angkot dialihkan untuk melayani trayek-trayek cabang dan ranting di Kota Bandarlampung. Selain itu perlu dipersiapkan juga moda transportasi berupa Bus Rapid Transit (BRT), secara bertahap moda transportasi ini perlu dipersiapkan atau setidaknya bisa memulainya dengan moda yang sifatnya semi BRT, seperti misalnya di Jogjakarta ada Trans Jogja yang pada operasionalnya seperti BRT sebagaimana mestinya akan tetapi masih bercampur
Selain itu rencana perpindahan pusat pemerintahan Provinsi Lampung dari Bandarlampung ke Jati Agung atau Margakaya juga harus diiringi oleh penyediaan moda tranportasi umum massal.
Pengendalian pembangunan di pusat kota, pusat kota (Tanjungkarang) saat ini sudah cukup padat, oleh karenannya ada baiknya jika kawasan pusat kota tidak diperkenankan lagi untuk dibangunan pusat perbelanjaan atau pusat komersial lainnya. Sebaiknya kawasan Tanjungkarang lebih diarahkan untuk ditata atau diremajakan dan ditingkatkan pelayanan infrastrukturnya.
Tertib berlalu lintas, perilaku ini harus ada pada setiap pengguna jalan, artinya saat macet terjadi pengguna jalan jangan malah saling serobot, begitupula dengan angkot. Saat babaranjang lewat dan berhenti di perlintasan kereta api sebaiknya pengguna jalan tetap pada lajurnya masing-masing, jangan malah menyerobot lajur yang berlawanan. Intinya semuanya punya






Gambar. Ugal-ugalan dijalan yang mengakibatkan ketidaknyamanan berkendara
Merasakan kenyamanan di jalan raya sejatinya merupakan keinginan kita semua para pengguna jalan, oleh karenanya upaya untuk mewujudkannya juga  memerlukan kerjasama dari berbagai pihak, tidak saling menyalahkan atau melempar masalah mungkin akan lebih bijak dalam menghadapi permasalahan ini. Semoga dukungan dari semua pihak dapat mewujudkan Kota Bandarlampung nyaman, aman, dan berkelanjutan.
Dalam bahasan kali ini yang akan dibahas adalah rencana pembangunan jalur kereta api lingkar kota atau dalam kota guna mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas.
Angkutan umum berbasis rel dalam kota menjadi solusi utama pengurai macet. Selain harganya terjangkau, kereta mampu mengangkut lebih banyak penumpang dan lebih ramah lingkungan.  Angkutan massal ini harus bisa menyaingi kendaraan umum dan mengangkut jumlah besar, serta kenyamanannya setara dengan mobil pribadi. Harga terjangkau dan berdampak positif dengan lingkungan, jawabannya adal rel kereta api dalam kota.

Sebuah teori tentang transportasi massal menyebutkan daftar angkutan umum yang paling banyak mengangkut penumpang adalah kereta, selanjutnya monorel, light railway, newlight railway, dan bus. Hal ini seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa kota besar di dunia yaitu Shanghai, Berlin, Osaka, Madrid, dan Moskwa.


3.        Rencana pembuatan jalur baru
Pemerintah Propinsi Lampung akan membangun jalur kereta api baru sepanjang 62 kilometer. Jalur baru itu akan menghubungkan sejumlah kabupaten dan kota di Lampung. Jalur rel kereta baru yang akan dibangun itu adalah jalur Metro--Terbanggi, Tegineneng--Pringsewu dan Kotabumi--Menggala. Pembangunan rel kereta api baru itu merupakan bagian dari proyek pembangunan rel kereta api Sumatera sepanjang 200 kilometer di Lampung.





Gambar. Pengerjaan jalan Rel Baru
Pembangunan jalur rel kereta api baru itu dapat memacu pertumbuhan ekonomi Lampung yang masih tertinggal dibanding propinsi lain di Sumatera. Dengan jalur itu, sentra pertanian yang selama ini terkendala transportasi bisa teratasi. Saat ini, Lampung hanya dilewati satu jalur rel kereta api yang menghubungkan Tarahan--Muara Enim Sumatera Selatan. Jalur itu setiap hari dilalui kereta pengangkut barang dan tiga kereta penumpang. Jalur itu memang diperuntukkan bagi kereta pengangkut barang terutama batubara milik Bukit Asam.








Gambar Kereta Batu Bara
Rencana pembangunan kereta api dalam kota merupakan suatu ide pemikran yang sungguh luar biasa bila sampai terealisasikan.
Namun, sebelum menjadikan mimpi itu menjadi kenyataan banyak hal yang harus dilakukan pemerintah dan PT. KAI, yaitu:
1.      Melakukan sosialisi terhadap masyarakat, khususnya masyarakat yang tanahnya nanti digunakan sebagai lahan rel kereta api.
2.      Melakukan pembebasan lahan dan memetakan jalur-jalur yang akan digunakan.
3.      Membersihkan lahan yang akan digunakan
4.      Memulai pemasanngan bantalan rel pada lahan yang te;ah dipersiapkan










Gambar. Penggalian dan pemasangan jalan rel


5.      Penyambungan rel dengan las khusus rel








6.      Pengisian agregat utuk perkuatan bantalan rel
7.      Pemasangan rambu dan instrument pendukung lainnya.
8.      dll.